
Cemilan Khas Lampung....
Rp. 15.000
Tersedia berbagai macam rasa...
(manis , coklat , moca , strawberry , susu , melon) 
Baju Pengantin Budaya Lampung

Falsafah Masyarakat Adat Lampung
 “Tandani Ulun Lampung Wat Piil-Pusanggiri Mulia Hina Sehitung Wat Liom Khega Diri Juluq-Adoq Kham Pegung, Nemui-Nyimah Muari Nengah-Nyampokh Mak Ngungkung, Sakai-Sambayan Gawi.”
Falsafah  Hidup Ulun Lampung tersebut diilustrasikan dengan lima bunga penghias  Sigokh pada lambang Propinsi Lampung. Menurut kitab Kuntara Khaja Niti,  Ulun Lampung haruslah memiliki Lima Falsafah Hidup:
- Piil-Pusanggiri yang kurang lebih berarti bahwa masyarakat Ulun      Lampung malu melakukan pekerjaan       hina, baik menurut aturan agama maupun menurut penilaian  masyarakat secara      umum. Ini menyakut harga diri Ulun Lampung.
- Nengah-Nyampur. Masyarakat Ulun Lampung hidup secara      bermasyarakat, turut aktif dalam kehidupan masyarakat pada      umumnya dan menghindari sikap-sikap individualistis.
- Masyarakat  Ulun Lampung memegang teguh      adat istiadat, termasuk gelar adat  yang disandang masing-masing.      Masyarakat Ulun Lampung akan  senantiasa menjaga dan hidup sesuai dengan      kepribadian berdasarkan gelar  yang disandangnya.      Gelar yang disandang Ulun Lampung merupakan  patokan atau rujukan untuk      hidup bermasyarakat, termasuk bagaimana  memelihara martabatnya. Inilah      yang dinamakan adat Juluk-Adok.
- Karena  masyarakat Ulun Lampung secara      umum punya pokok hidup  nengah-nyampur, maka di mana pun berada, Ulun      Lampung akan  senantiasa giat bergotong-royong dan saling membantu dengan anggota      masyarakat lainnya. Falsafah inilah yang dalam Kuntara Raja Niti disebut      sebagai Sakai-Sambaian.
- Selain watak nengah-nyampur yang artinya      hidup bermasyarakat, masyarakat Ulun Lampung memegang falsafah Nemui-Nyimah      atau menjalin silaturahmi dengan siapa saja dan bersikap ramah dalam      menerima tamu.
Tujuh Pedoman Hidup Ulun Lampung:
1.       Berani menghadapi tantangan: mak nyekhai ki mak kakhai, mak nyedokh ki mak badokh.
2.       Teguh pendirian: khatong banjikh mak kisikh, khatong bakhak mak kikhak.
3.       Tekun dalam meraih cita-cita: asal mak lesa tilah ya pegai, asal mak jekha tilah ya kelai.
4.       Memahami  anggota masyarakat yang kehendaknya tidak sama: pak huma pak sapu, pak  jelma pak semapu, sepuluh pandai sebelas ngulih-ulih, sepuluh tawai  sebelas milih-pilih.
5.       Hasil yang kita peroleh tergantung usaha yang kita lakukan: wat andah wat padah, khepa ulah khiya ulih.
6.       Mengutamakan  persatuan dan kekompakan: dang langkang dang nyapang, makhi pekon mak  khanggang, dang pungah dang lucah, makhi pekon mak belah.
7.       Arif dan bijaksana dalam memecahkan masalah: wayni dang khubok, iwani dapok.
Bacak pedih ngalikut, anjak pedih ngalimak. (Lebih baik tidak berharap, daripada berharap tapi tidak diberi)
Artinya : dari pada hidup selalu mengharapkan bantuan dari oranglain, lebih baik berusaha sendiri.
Balak  batang gedang ki kosong, acak lunik batang cabi asal ngisi (besar  batang seperti pepaya tapi kosong, lebih baik kecil seperti batang cabai  tapi keras)
Artinya : Lebih baik mempunyai sedikit asal berkualitas, daripada mempunyai banyak tetapi mutunya rendah.
Dipa kayu ngabuah, disan bukhung budandi. (Di mana kayu berbuah, di sana ada burung hinggap)
Artinya : dimana ada orang kaya, disana akan banyak orang datang berharap mendapat bantuan (rezeki) dari yang bersangkutan.
Awi mak ngalumpate ngawan, bukuhe si ti akuk. (Bambu tidak melompati ruas, bukunya yang diambil)
Artinya  : ketika memberi bantuan harus mengukur kemampuan sendiri. Prinsipnya,  bantuan tersebut layak (pantas), jangan terlalu kecil agar tidak  mengecewakan yang dibantu, dan jangan terlalu besar sehingga memberatkan  diri sendiri.
Lebu  dalih kalama dang lupa mak ti sepok, ulun tuha jak ipa kuk asalni mak  ngedok. (asal nenek moyang dan orangtua jangan dilupakan, dari mana asal  kita jika tak punya orang tua)
Artinya  : jangan mudah melupakan leluhur yang melahirkan dan membesarkan kita,  karena hanya dari merekalah kita dapat mengetahui dan mempelajari masa  lalu kitauntuk bekal menempuh kehidupan dikemudian hari.
Kham kodo nawa budi, budi kodo nawai kham. (Kitakah yang mengajari perbuatan, perbuatankah yang mengajari kita)
Artinya : jika kita baik, orang pung akan baik. Jika kita jahat, orang akan jahat pula kepada kita.
Hatimun bungkuk tandok bakhes mak kena bilang. (mentimun bengkok, walau berkumpul dengan yang lain tetap saja tidak dihitung)
Artinya  : sindiran yang ditujukan pada orang yang tidak punya inisiatif dalam  suatu pertemuan, sehingga keberadaannya tidak berpengaruh.
Hati-hati hukhik kuti, bela way bela asahan. (hati-hatilah hidup, jangan terjadi habis air habis batu asahan)
Artinya  : hidup haruslah berhati-hati jangan sampai jabatan dan rezeki tak  bermanfaat bagi keluarga atau masyarakat karena sudah tak memiliki  jabatan dan kekayaan tadi bisa saja orang tak menghiraukan dirinya lagi.
Berdasarkan  adat istiadatnya, penduduk suku Lampung terbagi ke dalam dua golongan  besar, yakni masyarakat Lampung beradat Pepadun dan masyarakat Lampung  beradat Saibatin atau Peminggir.
Suku Lampung beradat Pepadun secara lebih terperinci dapat di golongkan ke dalam;
a)         Abung  Siwo Mego (Abung Sembilan Marga), terdiri atas: Buai Nunyai, Buai Unyi,  Buai Nuban, Buai Subing, Buai Beliuk, Buai Kunang, Buai Selagai, Buai  Anak Tuha dan Buai Nyerupa.
b)         Megou Pak Tulangbawang (Empat Marga Tulangbawang), terdiri dari: Buai Bolan, Buai Umpu, Buai Tegamoan, Buai Ali.
c)          Buai Lima (Way Kanan/Sungkai), terdiri dari: Buai Pemuka, Buai Bahuga, Buai Semenguk, Buai Baradatu, Buai Barasakti.
d)         Pubian Telu Suku (Pubian Tiga Suku), terdiri dari Buai Manyarakat, Buai Tamba Pupus, dan Buai Buku Jadi.
Diperkirakan  bahwa yang pertama kali mendirikan adat Pepadun adalah masyarakat Abung  yang ada disekitar abad ke 17 masehi di zaman seba Banten. Pada abad ke  18 masehi, adat Pepadun berkembang pula di daerah Way Kanan, Tulang  Bawang dan Way Seputih (Pubian). Kemudian pada permulaan abad ke 19  masehi, adat Pepadun disempurnakan dengan masyarakat kebuaian inti dan  kebuaian-kebuaian tambahan (gabungan). Bentuk-bentuk penyempurnaan itu  melahirkan apa yang dinamakan Abung Siwou Migou (Abung Siwo Mego), Megou  Pak Tulang Bawang dan Pubian Telu Suku.
Masyarakat  yang menganut adat tidak Pepadun, yakni yang melaksanakan adat  musyawarahnya tanpa menggunakan kursi Pepadun. Karena mereka sebagian  besar berdiam di tepi pantai, maka di sebut adat Pesisir. Suku Lampung  beradat Saibatin (Peminggir) secara garis besarnya terdiri atas:  Masyarakat adat Peminggir, Melinting Rajabasa, masyarakat adat Peminggir  Teluk, masyarakat adat Peminggir Semangka, masyarakat adat Peminggir  Skala Brak dan masyarakat adat Peminggir Komering. Masyarakat adat  Peminggir ini sukar untuk diperinci sebagaimana masyarakat Pepadun,  sebab di setiap daerah kebatinan terlalu banyak campuran asal  keturunannya.
Bila  di lihat dari penyebaran masyarakatnya, daerah adat dapat dibedakan  bahwa daerah adat Pepadun berada di antara Kota Tanjungkarang sampai  Giham (Belambangan Umpu), Way Kanan menurut rel kereta api, pantai laut  Jawa sampai Bukit Barisan sebelah barat. Sedangkan daerah adat Peminggir  ada di sepanjang pantai selatan hingga ke barat dan ke utara sampai ke  Way Komering.
TATA CARA PERNIKAHAN ADAT LAMPUNG
SEBELUM PERNIKAHAN
a. Nindai/Nyubuk
Merupakan  proses awal, dimana orangtua calon mempelai pria menilai apakah si  gadis berkenan dihati atau tidak. Salah satu upacara adat yang diadakan  pada saat Begawi (Cakak Pepadun) adalah Cangget Pilangan, dimana bujang  gadis hadir dengan mengenakan pakaian adat, disinilah utusan keluarga  calon pengantin pria nyubuk atau nindai gadis dibalai adat.
b. Nunang (ngelamar)
Pada  hari yang di tentukan calon pengantin pria datang melamar dengan  membawa bawaan berupa makanan, kue-kue, dodol, alat meroko, alat-alat  nyireh ugay cambai (sirih pinang), yang jumlahnya disesuaikan dengan  tahta atau kedudukan calon pengantin pria. Lalu dikemukakanlah maksud  dan tujuan kedatangan yaitu untuk meminang si gadis.
c. Nyirok (ngikat)
Bisa  digabungkan pada saat melamar. Ini merupakan peluang bagi calon  pengantin pria untuk memberi tanda pengikat dan hadiah bagi si gadis  berupa mas berlian, kain jung sarat dan sebagainya. Tata cara nyirok :  Orang tua calon pngantin pria mengikat pinggang si gadis dengan benang  lutan (benang dari kapas warna putih, merah, hitam atau tridatu)  sepanjang 1 meter dengan niat semoga menjadi jodoh, dijauhi dari  halangan.
d. Berunding (Menjeu)
Utusan  pengantin pria datang ke rumah calon mempelai wanita (manjau) dengan  membawa dudul cumbi untuk membicarakan uang jujur, mas kawin, adat macam  apa yang akan dilaksanakan, serta menentukan tempat acara akad nikah.
e. Sesimburan (dimandikan)
Sesimburan  dilaksanakan di kali atau sumur dengan arak-arakan. Calon pengantin  wanita dipayunngi dengan payung gober, diiringi tetabuhan (gender, gujih  dll), talo lunik. Lalu bersama gadis-gadis dan ibu-ibu mandi bersama  dan saling simbur, sebagai tanda permainan berakhir dan sebagai tolak  bala karena akan melaksanakan akad nikah.
f. Betanges (mandi uap)
Rempah-rempah  wewangian (pepun) direbus sampai mendidih dan diletakan dibawah kursi.  Calon pengantin wanita duduk di atas kursi tersebut dan dilingkari tikar  pandan (dikurung), bagian atas tikar ditutup dengan tampah atau kain,  sehingga uap menyebar keseluruh tubuh, agar tubuh mengeluarkan aroma  harum, dan agar calon pengantin tidak terlalu banyak berkeringat.  Betanges memakan waktu kira-kira 15-25 menit.
g. Berparas (meucukur)
Setelah  betanges dilanjutkan dengan berparas, untuk menghilangkan bulu-bulu  halus dan membentuk alis agar tampak menarik dan mudah membentuk cintok  pada dahi dan pelipis, dan pada malam hari dilanjutkan memasang pacar  pada kuku calon mempelai wanita.
PADA HARI PERNIKAHAN
a. Upacara Adat
Beberapa  jenis upacara adat dan tata laksana ibal serbo sesuai perundingan akan  dilaksanakan dengan cara tertentu. Ditempat keluarga gadis dilaksanakan 3  acara pokok dalam 2 malam, yaitu Maro Nanggep, Cangget pilangan dan  Temu di pecah aji.
b. Upacara akad nikah atau ijab kabul
Menurut  tradisi lampung, biasanya pernikahan dilaksanakan di rumah calon  mempelai pria, namun dengan perkembangan zaman dan kesepakatan, maka  akad nikah sudah sering diadakan di rumah calon mempelai wanita.
Rombongan calon mempelai pria diatur sebagai berikut :
·       Barisan paling depan adalah perwatin adat dan pembarep (juru bicara)
·       Rombongan  calon mempelai pria diterima oleh rombongan calon mempelai wanita  dengan barisan paling depan pembarep pihak calon mempelai wanita.
·       Rombongan  calon pengantin pria dan calon pengantin wanita disekat atau dihalangi  dengan Appeng (rintangan kain sabage/cindai yang harus dilalui). setelah  tercapai kesepakatan, maka juru bicara pihak calon pengantin pria  menebas atau memotong Appeng dengan alat terapang. Baru rombongan calon  pengantin pria dipersilahkan masuk dengan membawa seserahan berupa :  dodol, urai cambai (sirih pinang), juadah balak (lapis legit), kue  kering, dan uang adat. Kemudian calon pengantin pria dibawa ke tempat  pelaksanaan akad nikah, didudukan di kasur usut. Selesai akad nikah,  selain sungkem (sujud netang sabuk) kepada orangtua, kedua mempelai juga  melakukan sembah sujud kepada para tetua yang hadir.
SESUDAH PERNIKAHAN
a. Upacara Ngurukken Majeu/Ngekuruk
Mempelai  wanita dibawa ke rumah mempelai pria dengan menaiki rato, sejenis  kereta roda empat dan jepanon atau tandu. Pengantin pria memegang tombak  bersama pengantin wanita dibelakangnya. Bagian ujung mata tombak  dipegang pengantin pria, digantungi kelapa tumbuh dan kendi berkepala  dua, dan ujung tombak bagian belakang digantungi labayan putih atau  tukal dipegang oleh pengantin wanita, yang disebut seluluyan. Kelapa  tumbuh bermakna panjang umur dan beranak pinak, kendi bermakna keduanya  hendaknya dingin hati dan setia dunia sampai akhirat, dan lebayan atau  benang setungkal bermakna membangun rumah tangga yang sakinah dan  mawadah. pengantin berjalan perlahan diiringi musik tradisional talo  balak, dengan tema sanak mewang diejan.
b. Tabuhan Talo Balak
Sesampai  di rumah pengantin pria, mereka disambut tabuhan talo balak irama  girang-girang dan tembakan meriam, serta orangtua dan keluarga dekat  mempelai pria, sementara itu, seorang ibu akan menaburkan beras kunyit  campur uang logam. Berikutnya pengantin wanita mencelupkan kedua kaki  kedalam pasu, yakni wadah dari tanah liat beralas talam kuningan, berisi  air dan anak pisang batu, kembang titew, daun sosor bebek dan kembang  tujuh rupa, pelambang keselamapan, dingin hati dan berhasil dalam rumah  tangga. Lalu dibimbing oleh mertua perempuan, pengantin wanita bersama  pengantin pria naik ke rumah, didudukan diatas kasur usut yang digelar  didepan appai pareppu atau kebik temen, yaitu kamat tidur utama. Kedua  mempelai duduk bersila dengan posisi lutut kiri mempelai pria menindih  lutut mempelai wanita. Maknanya agar kelak mempelai wanita patuh pada  suaminya.
Selanjutnya  siger mempelai wanita diganti dengan kanduk tiling atau manduaro  (selendang dililit di kepala),dan dimulailah serangkaian prosesi:
1.    ibu mempelai pria menyuapi kedua mempelai , dilanjutkan nenek serta tante.
2.    Lalu ibu mempelai wanita menyuapi kedua mempelai, diikuti sesepuh lain.
3.    Kedua mempelai makan sirih dan bertukar sepah antara mereka.
4.    istri  kepala adat memberi gelar kepada kedua mempelai, menekan telunjuk  tangan kiri diatas dahi kedua mempelai secara bergantian, sambil berkata  : sai(1), wow (2), tigou(3), pak(4), limau(5), nem(6), pitew(7), adekmu  untuk mempelai pria Ratu Bangsawan, untuk mempelai wanita adekmu Ratu  Rujungan.
5.    Netang  sabik yaitu mempelai pria membuka rantai yang dipakai mempelai wanita  sambil berkata : “Nyak natangken bunga mudik, setitik luh mu temban jadi  cahyo begito bagiku”, lalu dipasangkan di leher adik perempuannya,  dengan maksud agar segera mendapat jodoh.
6.    Kedua mempelai menaburkan kacang goreng dan permen gula-gula kepada gadis-gadis yang hadir, agar mereka segera mendapat jodoh.
Seluruh  anak kecil yang hadir diperintahkan merebut ayam panggang dan lauk pauk  lain sisa kedua mempelai, dengan makna agar segera mendapat keturunan.
 


 
